Berbeda
dengan kawasan selatan, wilayah laut utara Jawa tak identik dengan
wisata. Kalaupun ada titik-titik yang dijadikan tempat wisata,
pemandangan yang ditawarkan tetap tak seindah kawasan laut selatan.
Seperti itu juga kondisi wisata laut di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Pesisir Indramayu tidak memberikan tawaran serupa pantai di Kabupaten
Sukabumi atau Garut yang sama-sama termasuk wilayah Jawa Barat. Bahkan,
pesisir sering kali merupakan daerah kantong-kantong kemiskinan yang
ditandai dengan rumah-rumah dan lingkungan yang kumuh.
Namun, kunjungilah Pulau Biawak. Pesona alam
merupakan anugerah Tuhan bagi pulau yang berjarak sekitar 40 kilometer
dari pantai utara Indramayu ini. Airnya bening dan pasirnya putih
seperti kebanyakan pantai di kawasan selatan. Daratan seluas 120 hektar
ini juga kaya dengan tanaman bakau yang hijau dan rapat dipandang dari
ketinggian.
Sedikitnya ada dua nama lain yang lazim digunakan
untuk menyebut Pulau Biawak, yakni Pulau Rakit dan Pulau Menyawak.
Karena itu, Anda tak perlu berdebat ketika orang menyebut nama selain
Pulau Biawak. Petugas menara suar yang tinggal di sana, Slamet Riyanto,
mengatakan, sebelumnya ada lagi sebutan untuk Pulau Biawak, yakni Pulau
Bompyis, yang merupakan nama warisan penjajah Belanda. "Kalau tidak
salah, nama Pulau Rakit diubah menjadi Pulau Biawak pada tahun 1980-an,"
kata Slamet yang bertugas di sana bersama seorang temannya.
Tulisan
nama Bompyis masih tersisa pada papan di ruangan genset—alat yang bisa
menghasilkan listrik. Genset itu digunakan untuk penerangan permukiman
petugas dan, terutama, untuk menyalakan lampu suar. Lampu penunjuk arah
bagi para pelaut itu terletak pada menara setinggi 65 meter. Bangunan
tersebut juga merupakan "warisan" Belanda, yakni dibangun pada tahun
1872. Di bagian dalam menara, yang berbentuk silinder, terdapat tangga
memutar dengan keseluruhan anak tangga berjumlah 240. Butuh keberanian
untuk menaiki tangga tersebut. Namun, jika berhasil mengalahkan rasa
takut dalam diri Anda, di puncak menara Anda akan menemukan pemandangan
hutan bakau dan laut yang memesona.
Habitat biawak
Sesuai dengan namanya, pulau ini merupakan habitat
biawak (Varanus salvator). Konon reptilia itu sudah ada sejak pulau
tersebut didatangi manusia pada lebih dari satu abad yang lalu. Belum
ada penghitungan yang memberikan data pasti tentang jumlah binatang itu.
Namun, jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan ekor. Mereka hidup di
rawa-rawa dan semak-semak hutan bakau yang keberadaannya mendominasi
daratan itu.
Biawak-biawak tersebut tidak jinak. Namun, "mereka
tidak menyerang kalau tidak kita ganggu," kata Dulrokhim (61), nelayan
Indramayu yang tengah berada di sana. Dulrokhim menambahkan, biawak
biasanya juga mampir ke kawasan rumah penjaga menara suar, terutama saat
ada nelayan yang singgah membawa ikan. "Mungkin bau amis ikan itu yang
mengundang mereka datang," kata Dulrokhim. Meski tidak jinak, lanjutnya,
ada beberapa biawak yang tak segera lari kalau didekati. "Mungkin sudah
terbiasa. Jadi, tidak takut lagi terhadap manusia," kata Dulrokhim
lagi.
Saat kunjungan Kompas awal November lalu, ada
beberapa biawak yang keluar dari kerimbunan hutan bakau. Seekor di
antaranya bahkan cukup besar, panjangnya sekitar 1,5 meter. Tubuhnya
dibalut kulit warna coklat kehitaman dan dipenuhi bintik-bintik kuning.
Menurut Dulrokhim, hanya biawak jenis itu yang sering ia jumpai. Namun,
tak hanya biawak yang merupakan kekayaan fauna lingkungan Pulau Biawak.
Banyak juga burung yang melintasi angkasa pulau tersebut, antara lain
cangak laut (Ardea sumatrana), trinil pantai (Bubulcus ibis), dan burung
udang biru (Alcedo Caerulenscens).
Lautnya
yang bening juga merupakan surga bagi ratusan jenis biota laut dengan
bentuk dan warna yang indah. Kondisi terumbu karang pada kedalaman tiga
meter masih cukup bagus. Berdasarkan data di Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Indramayu, terdapat 95 jenis ikan yang mewakili 30
famili, antara lain ikan zebra (Dendrichirus zebra), kupu-kupu
(Chaetodon chrysurus), dan merakan (Pterois valiteus). Dengan menyelam,
ikan-ikan cantik itu dapat dilihat mulai dari kedalaman lebih kurang
satu meter. Sayangnya, pada tahun 2004 keindahan ini pernah tercemar
oleh lapisan minyak mentah. Tidak diketahui dari mana asal minyak mentah
tersebut. Diduga, bahan pencemar itu berasal dari kapal tanker yang
sering melintasi kawasan perairan Indramayu. "Waktu itu, terumbu karang
banyak yang mati," kata Kepala Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai
Indramayu Koko Sudeswara.
Sumber: liburan.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar